Cerita Kehidupan #4 dengan judul
“Cinta Pertama yang Kandas.” Carita na rada menyentuh, rada aya tinu carita
urang oge sih :( pengalaman urang sebagai penulis carita ieu, tersaji dalam
cerita ini walaupun tidak 100% asup kana carita ieu.
Seperti biasa, mari kita ritual
heula dengan menyiapkan Kopi Gudey jeung kueh. Karena maca carita ini tidak
akan lengkap jika tidak ditemani kopi gudey dan kueh. Mun aya mah jeung
pasangan siateh euy! :(
Mari kita edankeun daks, carita
urang nu ka #4 (opat, papat, four, empat, kimoci) :( ,, Please support my karya
and Say “Fuck for my enemies!” simak okey!
Cinta pertama itu memang indah
bila kita yang merasakannya, da ceuk batur mah cinta pertama teh bagaikan podol
golejra :( karena mereka mungkin tidak pernah merasakan apa itu cinta pertama.
Itu lah yang saat ini sedang saya
rasakan. Perkenalkan, nama ku adalah Dimas. Aku orangnya sederhana, ga
mewah-mewah kayak orang lain, makan aja akumah tiap hari sama bumbu indomih :(
Sederhana kan, aing?
Hari ini, saya baru saja
berkenalan dengan Ranti, seorang wanita yang tidak sengaja berpapasan di jalan
Braga ini.
Sebelumnya, saya juga pernah
merasakan cinta pertama sewaktu saya masih berada dibangku sekolah. Tapi
menurut saya, ini adalah cinta pertama saya ketika saya sudah lulus dari bangku
sekolah SMA.
Anjis, kamu pasti tau kalau orang
yang lagi jatuh cinta suka ngapain? Suka ngelakuin apa aja yang diminta sama
cewek nya. Misalkan, si cewek pengen beli boneka dibeliin. Pengen beli coklat
dibeliin. Pengen cowoknya ngajleng dari lantai 78, diturutin. Atuh paeh kan si
cowokna :( dan si cewek na berkesempatan neangan lalaki deui :(
Itulah yang sekarang sedang saya
rasakan.
Dimas: “Ranti, kamu udah ini mau
kemana?”
Ranti: “Aku mau pulang, Dim.
Soalnya udah capek juga, aku kan baru pulang dari rumah temen.”
Dimas: “Ohh gitu, mau aku anterin
pulang ga?”
Ranti: “Serius? Aku takut
ngerepotin kamu, nih.”
Dimas: “Gapapa kok, Ran. Hayu
ikutin aku dulu, motor aku diparkir disebelah sana.”
Ranti: “Yaudah, yuk!”
Oiya, umur saya dengan Ranti ga
beda jauh. Umur saya 1 tahun lebih tua dari Ranti. Dan sepertinya saya mulai
menyukai Ranti saat ini.
Saya pun mengantarkan dia pulang
kerumah nya, ketika sudah sampai dirumah nya:
Ranti: “Makasih loh, Dim. Kamu udah
mau nganterin aku pulang.”
Dimas: “Hehe, iya sama-sama Ran.
Aku juga seneng kok bisa nganterin kamu pulang.”
Ranti: “Kamu dari sini mau kemana
lagi?”
Dimas: “Aku mau langsung pulang,
Ran, soalnya ini udah sore juga.”
Ranti: “Ohh gitu.”
Dimas: “Iya. Ran, aku boleh minta
nomer hape kamu ga?”
Saya memaksakan diri untuk meminta
nomor hp nya Ranti. Biar suatu waktu saya bisa bertemu lagi dengan Ranti –
janjian.
Ranti: “Boleh boleh, Dim.”
Ranti langsung mengambil HP nya dan
menunjukkan nomer hp nya kepada saya. Yang kemudian saya salin ke hp saya.
Dimas: “Makasih ya, Ran. Yaudah aku
pulang dulu yah! Ntar kalo bisa kita ketemuan lagi gitu, sambil jalan-jalan
lagi. Hehehe.”
Ranti: “Ehh, harusnya juga aku yang
makasih, Dim. Iya iya, ntar koling koling aja!”
Saya pun pulang dari rumah Ranti,
dengan hati yang sangat senang karena bisa berkenalan dengan Ranti dan bisa
mengantarkan pulang Ranti juga.
***
Hampir setiap hari kami bertemu
disebuah kafe dekat Braga. Saya mulai merasakan bahwa perasaan saya kepada
Ranti perlahan-perlahan berubah.
Perasaan saya jadi campur aduk,
antara berteman, atau berpacaran.
Tapi saya akan mencoba untuk
mengungkapkan perasaan saya kepada Ranti suatu hari nanti, karena kalau
ngungkapin sekarang mah terlalu terburu-buru. Soalnya saya dengan Ranti juga
baru saja kenal.
Setelah sekitar 3 Minggu kami
saling kenal, saya mengajak dia ke daerah Tangkuban Parahu untuk berwisata.
Pas banget, saya juga bawa bunga di
dalem tas. Niatnya sih mau sekalian nembak Ranti, biar dia tau gimana perasaan
aku saat ini.
Dimas: “Hayu, Ran, jalan terus,
puncaknya udah deket tuh!”
Ranti: “Iya bentar, Dim, aku udah
agak capek nih!”
Ranti terlihat amat lucu ketika dia
sedang kelelahan seperti itu, dan saya memutuskan untuk beristirahat sejenak.
Dimas: “Yaudah kita istirahat dulu
aja ya, Ran!”
Ranti: “Iya hayu, Dim.”
Ranti langsung meneguk minum yang
telah saya belikan, dia benar-benar kelelahan. Satu botol pokariswet pun habis
oleh Ranti.
Setelah 10 menit kami beristirahat,
kami melanjutkan kembali perjalanan untuk menuju kawah Tangkuban Parahu.
***
Sekitar pukul 11.00, kami tiba di
puncak kawah Tangkuban Parahu. Pemandangan yang indah dan sejuk, cocok sama
suasana hati ini yang akan mengungkapkan cinta kepada Ranti.
Saya langsung mengeluarkan bunga
yang ada ditas, lalu memberikan nya kepada Ranti.
“Ran, aku mau bicara sesuatu sama
kamu.”
Ranti belum menjawab, tapi saya
langsung nyorocos / ngocoblak dihadapan Ranti.
“Sebenernya selama ini, aku tuh
suka sama kamu. Dari setiap pertemuan kita, aku memanfaatkan situasi itu untuk
ber-pedekate’an sama kamu. Dari lubuk hati yang paling dalam, dan kejujuran
hati. Aku ingin mengatakan, aku sayang sama kamu. Kamu mau ga jadi pacar aku?”
Ranti hanya terdiam seolah tidak
percaya kalau saya mengatakan itu semua dengan serius.
“Serius kamu, Dim? Sebenernya selama
ini aku nganggap kamu temen loh, temen yang baik yang selama ini pernah aku
temui.”
“Iya serius, Ran. Tapi aku mau
hubungan kita tuh lebih dari sekedar pertemanan. Kamu mau kan nerima cinta aku?”
Ranti masih terdiam seolah
berpikir, jawaban apa yang harus dia berikan kepada saya. Lalu Ranti berkata. “Entar
deh aku kasih tau jawabannya pas pulang dari sini, ya, Dim.”
Lalu Ranti pun mengalihkan
pembicaraan kami, dengan mengajak saya ke tempat yang lain – masih disekitaran
Tangkuban Parahu.
Kami berkeliling, berjalan,
foto-foto, mengabadikan moment yang mungkin takkan terjadi lagi – antara saya
dan Ranti.
Dan ini mungkin jadi yang paling
terakhir diantara saya dengan Ranti di Tangkuban Parahu. Menikmati jagung
bakar.
Di sebuah saung yang sangat
sederhana, saya dan Ranti memesan jagung bakar dan memakannya di tempat. Didepan
saung itu, terlihat kawah Tangkuban Parahu yang berasap dan mengeluarkan bau
belerang.
Didepan sana juga, ada banyak orang
yang sedang berjalan mengitari kawah itu. Ada yang berfoto-foto, ada yang Cuma jalan-jalan
dan lain-lain.
“Indah ya pemandangannya.” Saya
membuka percakapan dengan Ranti.
“Iya, Dim. Indah banget.” Ujar
Ranti.
Dimas: “Habis ini, kita mau kemana
lagi, Ran?”
Ranti: “Kita pulang aja, yu! Bentar
lagi jam 4, ntar bisi kesorean pulangnya.”
Dimas: “Hayu hayu.”
Setelah memesan dan menyantap
jagung bakar di Tangkuban Parahu. Kami bergegas menuju parkiran untuk mengambil
motor, dan tancap gass untuk mengantarkan Ranti.
Selama perjalanan, suasana
tiba-tiba jadi hening – tidak ada percakapan diantara saya dengan Ranti.
Saya tidak tahu, mengapa tiba-tiba
Ranti menjadi diam seperti batu. Tiada sepatah katapun yang terucap dari dia
selama di perjalanan.
Dan saya sampai didepan rumah Ranti
sekitar pukul setengah tujuh malam. Setelah Ranti turun dari motor, untungnya
saya ingat dan langsung menanyakan hal yang tadi dia belum sampaikan kepada
saya.
“Oiya, Ran, kita kan udah pulang. Terus
kamu juga bilang ntar aku kasih jawabannya pas kita pulang. Nah sekarang kan
kita udah pulang, terus jawaban kamu apa? Sama perasaan yang udah aku ungkapin
sama kamu?”
Ranti terdiam sejenak, lalu
berkata.
“Maaf banget ya, Dim. Aku gabisa
jadi pacar kamu, sebenernya aku udah nyaman banget temenan sama kamu. Jujur,
aku gabisa soalnya aku juga lagi deket sama orang lain. Bukannya mengkhianati
atau menyakiti ya, Dim. Tapi aku mau ngucapin makasih banyak, makasih bangettt
udah ajak aku ke Tangkuban Parahu, udah sering traktir aku pas kita lagi di
kafe.”
Ranti mengatakan dengan
sejujur-jujur nya dan mengungkapkan apa yang ada di hatinya dia saat ini.
“Mungkin besok, kamu boleh aja
pergi dan gamau temuin aku lagi, karena aku udah ga terima cinta kamu. Aku sih
gapapa, yang penting kamu jangan lupain aku – walau hanya sebatas teman.”
Lanjut Ranti.
“Aku gabakal pernah ngebenci kamu,
Ran. Dan sekarang, kejarlah apa yang kamu mau, dapatkan dia, dan kamu mungkin
gakan pernah nemuin lagi seseorang yang seperti aku, Ran.”
Saya mengatakan itu kepada Ranti,
dengan hati yang tersayat-sayat seperti disayat oleh Silet.
***
Cinta pertama saya setelah saya
lulus dari bangku sekolah, ternyata kandas dan gagal. Pasti saja selalu gagal –
dan gagal lagi.
Cinta pertama dari sejak saya SD hingga saat
ini, selalu gagal.
Setelah sekitar 3 hari saya tidak
bertemu dengan Ranti, saya pun mencoba berjalan di sekitar Braga.
Berharap akan
bertemu lagi sosok wanita yang seperti Ranti – walaupun sebenarnya tidak akan
pernah ada orang yang mirip seperti Ranti.
***
Punya pendapat tentang cerita ini?
Kirimkan pendapat kamu ke email: rikiarya60@gmail.com ,, kamu
berkesempatan mendapat hadiah berupa Pulsa dari saya, sebagai penulis cerita
ini.
Jangan sampai ketinggalan ya, siapa
saja, dimana saja kamu, kamu bisa ikutan!
Acara ini berlaku dari tanggal 10
Juli 2016 s.d 31 Desember 2016. Pendapat atau saran yang paling menarik akan
mendapat hadiah, dan akan saya posting di Blog ini, dipostingan selanjutnya.
Cusss!
***TERIMA KASIH UNTUK KALIAN YANG
SUDAH BERPARTISIPASI***
Sign up here with your email
Conversion Conversion Emoticon Emoticon